Sebutkan tokoh yang pencetus ilmu sosiologi sesudah Auguste Comte beserta masing-masing pendekatannya
Sosiologi
Yepimdc
Pertanyaan
Sebutkan tokoh yang pencetus ilmu sosiologi sesudah Auguste Comte beserta masing-masing pendekatannya
1 Jawaban
-
1. Jawaban HaniSulastri
. Ibnu Kaldun
Ibnu Kaldun
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia, Afrika Utara, 27 Mei 1332 (Faghirzaedah 1982). Lahir dari keluarga terpelajar, Ibnu Khaldun dimasukkan ke sekolah Al-Quran, kemudian mempelajari matematika dan sejarah. Semasa hidupnya ia membantu berbagai sultan di Tunisia, Maroko, Spanyol, dan Aljazair sebagai data besar, bendaharawan dan anggota dengan dewan penasehat sultan. Ia pun pernah dipenjarakan selama 2 tahun di Maroko karena keyakinannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dari Tuhan. Setelah kurang lebih dua dekade aktif di bidang politik, Ibnu Khaldun kembali ke Afrika Utara. Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris, dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara lembaga sosial itu. Ia juga tertarik untuk melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitif dan masyarakat modern. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana muslim khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai sejarawan yang mempunyai signifikansi historis.
6. Selo Soemardjan
Selo Soemardjan
ini special saya persembahkan untuk pembaca semua, yah. Selo Soemardjan merupakan salah satu sosok paling berpengaruh dalam perkembangan ilmu yang mempelajari masyarakat dan sekitarnya.
Penerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah ini adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi dosen sosiologi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Ia dikenal sangat disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia ilmuwan yang meninggalkan banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah purnatugas di Universitas Indonesia (UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam.
Ia seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia orang orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat. Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan Hamengku Buwono IX (1973-1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto. Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia setelah tahun 1959 — seusai meraih gelar doktornya di Cornell University, AS — mengajar sosiologi di Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus dekan pertama (10 tahun) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Kemudian tanggal 17 Agustus 1994, ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah dan pada tanggal 30 Agustus menerima gelar ilmuwan utama sosiologi. Menurut putra sulungnya, Hastjarjo, Selo suka main. “Setiap hari selalu memainkan tubuhnya berolahraga senam. Karena terkesan lucu, cucu-cucu menganggap bapak sedang bermain-main dengan tubuhnya,” tambahnya.
Sebagai ilmuwan, karya Selo yang sudah dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir ia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam bentuk piagam, lencana, dan sejumlah uang.
7. Pierre Guillaume Frederic Le Play
Le Play, seorang Perancis, adalah salah seorang ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan terkemuka abad ke-19. Dia berhasil mengenalkan suatu metode tertentu di dalam meneliti dan menganalis gejala-gejala sosial yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap fakta-fakta sosial dan analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode case study dalam penelitian-penelitian sosial.